Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Kemendagri Sebut Materi Gugatan Gustika dkk Terkait Pj Gubernur Absurd
3 Desember 2022 15:59 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga, mengatakan pengangkatan dan pelantikan Pj kepala daerah sudah sesuai petugas yang berlaku. Kastorius menegaskan hal itu adalah perintah Undang-undang.
Terlebih kebijakan Pj kepala daerah ini tidak ujug-ujug ada karena melalui penggodokan panjang. Termasuk pihak Kemendagri sudah memberikan tanggapan ke Ombudsman RI atas regulasi Pj tersebut.
Tanggapan dimaksud berisi analisis dengan lampiran bukti-bukti pendukung tentang pengangkatan Pj yang telah memenuhi seluruh ketentuan perundang-undangan.
Kastorius melanjutkan, pengangkatan Pj kepala daerah yang dilakukan selama ini oleh pemerintah, dalam hal ini Mendagri, mulai bulan Mei hingga sekarang sebagai konsekuensi keserentakan Pemilu tahun 2024.
"Pengangkatan Pj tersebut adalah perintah UU No. 10/2016 kepada Pemerintah untuk mencegah kekosongan kepala daerah akibat keserentakan pemilu," kata Kastorius dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (3/12).
ADVERTISEMENT
Kata Kastorius, pemerintah secara konsisten memedomani seperangkat aturan hukum yang telah ada mengatur lengkap tentang pengangkatan PJ, mulai dari persyaratan kepangkatan, tugas dan tanggung-jawab Pj, mekanisme dan prosedur pengangkatan hingga masa tugas dan evaluasi kinerja Pj.
Aturan pengangkatan Pj kepala daerah juga sudah jelas disebutkan dalam 3 UU dan 1 PP sebagai aturan teknis norma hukum yang telah mengatur pengangkatan Pj:
1. UU 23/2014 tentang Pemda, UU 5/2014 tentang ASN, UU no 10/2016 khususnya pasal 201 ayat 9 tentang pengangkatan Pj untuk mengisi kekosongan Kepala Daerah;
2. PP 132 No 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan PP 49 Tahun 2008 sebagai aturan perubahan atas PP 6 Tahun 2005;
ADVERTISEMENT
3. Pasal 201 UU 10 Tahun 2016 yang menyatakan peraturan pelaksana UU Pilkada yang diubah oleh UU 10/2016 yang memuat keserentakan Pemilu masih tetap berlaku.
"Dari keterangan ini, sangatlah absurd bila materi gugatan teman-teman LSM di PTUN itu menyatakan pemerintah, dalam hal ini Presiden dan Mendagri, melakukan abuse of power, penyalahgunaan kekuasaan," kata Kastorius.
"Justru sebaliknya, kita sangat terikat dan taat norma hukum di 5 peraturan di atas. Bila teman-teman LSM membaca secara lengkap seluruh UU dan PP yang disebut di atas, maka pemerintah dalam hal ini Mendagri justru bertindak di dalam koridor aturan hukum yang sangat jelas dan ketat di dalam pengangkatan Pj," tambah Kastorius.
Namun ternyata memang masih ada yang merasa belum puas atas kebijakan Pj. Sehingga Kastorius mempersilakan mengajukan gugatan ke PTUN.
ADVERTISEMENT
Kastorius menghargai gugatan atas pengangkatan Pj, termasuk gugatan Gustika dkk. Itu adalah hak konstitusional sebagai warga negara maupun kolektif dan dijamin oleh UU.
"Bila rekan-rekan civil societies belum merasa puas dan lalu melayangkan lagi gugatan ke PTUN, kami (Kemendagri) tentu siap menghadapi gugatan tersebut. Juga, kami selalu terbuka dan membuka ruang untuk berdiskusi dengan rekan-rekan kelompok civil societies dan terbuka untuk bertukar informasi termasuk mensosialisasikan rujukan regulasi yang lengkap yang dipakai oleh Pemerintah di dalam proses dan mekanisme pengangkatan Pj," pungkasnya.
Gugatan Gustika dkk
Cucu Wakil Presiden Pertama RI, Mohammad Hatta, Gustika Fardani Jusuf dan sejumlah pihak lainnya, menggugat Presiden Jokowi dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ke PTUN Jakarta terkait pengangkatan dan pelantikan 88 Penjabat (Pj) kepala daerah. Gugatan dilayangkan Gustika dkk pada Senin (28/11).
ADVERTISEMENT
Dilansir dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, pihak penggugat terdiri dari Gustika, Adhito Harinugroho, Lilik Sulistyo, Suci Fitriah Tanjung, dan Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Mereka menilai, tindakan pemerintah menunjuk 88 Pj kepala daerah selama kurun waktu 12 Mei 2022-25 November 2022 adalah perbuatan melawan hukum.
Pelantikan dan pengangkatan para Pj itu disebut sarat unsur penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Sebab dilakukan tanpa terlebih dahulu menerbitkan peraturan pelaksana.
Atas dasar itu, Gustika dkk meminta majelis hakim menyatakan batal dan tidak sah pengangkatan 88 Pj kepala daerah itu, dan melayangkan gugatan terhadap kebijakan pemerintah tersebut.
"Mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya," bunyi petitum permohonannya dikutip Jumat (2/12).
ADVERTISEMENT
Lebih rinci, berikut isi permohonan Gustik dkk ke PTUN Jakarta:
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan tindakan pemerintahan berupa perbuatan tidak bertindak (Omission) oleh Tergugat I yang tidak melakukan serangkaian tindakan pemerintahan untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut dari keberlakuan Pasal 201 ayat (9), (10), dan (11) UU No. 10 Tahun 2016 sebagaimana dimandatkan ketentuan Pasal 205 C UU No. 10 Tahun 2016, jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XIX/2021, tertanggal 20 April 2022, jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XX/2022 merupakan perbuatan melawan hukum oleh badan/pejabat pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad);
3. Menyatakan tindakan pemerintahan yang dilakukan Tergugat I dan Tergugat II berupa melakukan serangkaian tindakan mengangkat dan melantik 88 (delapan puluh delapan) Pj (Penjabat) Kepala Daerah: Pj (Penjabat) Gubernur Provinsi sebanyak 7 (tujuh) orang, Pj (Penjabat) Walikota sebanyak 16 (enam belas) orang, dan Pj (Penjabat) Bupati sebanyak 65 (enam puluh lima) orang selama kurun waktu sejak 12 Mei 2022 sampai dengan 25 November 2022 yang berpotensi mengandung unsur penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) sebab dilakukan tanpa terlebih dahulu menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut dari keberlakuan Pasal 201 ayat (9), (10), dan (11) UU No. 10 Tahun 2016 sebagaimana dimandatkan ketentuan Pasal 205 C UU No. 10 Tahun 2016, jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XIX/2021, tertanggal 20 April 2022, jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XX/2022 merupakan perbuatan melawan hukum oleh badan/ penjabat pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad);
ADVERTISEMENT
4. Memerintahkan Tergugat I untuk melakukan serangkaian tindakan pemerintahan untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut dari keberlakuan Pasal 201 ayat (9), (10), dan (11) UU No. 10 Tahun 2016 sebagaimana dimandatkan ketentuan Pasal 205 C UU No. 10 Tahun 2016, jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XIX/2021, tertanggal 20 April 2022, jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XX/2022;
5. Menyatakan batal atau tidak sah-nya tindakan Tergugat I dan Tergugat II dalam pengangkatan dan pelantikan 88 (delapan puluh delapan) Pj (Penjabat) Kepala Daerah: Pj (Penjabat) Gubernur Provinsi sebanyak 7 (tujuh) orang, Pj (Penjabat) Walikota sebanyak 16 (enam belas) orang, dan Pj (Penjabat) Bupati sebanyak 65 (enam puluh lima) orang selama kurun waktu sejak 12 Mei 2022 sampai dengan 25 November 2022 yang mengandung unsur penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan konflik kepentingan sebab dilakukan tanpa terlebih dahulu menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut dari keberlakuan Pasal 201 ayat (9), (10), dan (11) UU No. 10 Tahun 2016 sebagaimana dimandatkan ketentuan Pasal 205 C UU No. 10 Tahun 2016, jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XIX/2021, tertanggal 20 April 2022, jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XX/2022;
ADVERTISEMENT
6. Menghukum para tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam gugatan ini.